Perubahan Geopolitik Jawa Barat


Karesidenan di Jawa Barat

Tahun 1950-an Provinsi Jawa Barat terdiri dari beberapa karesidenan, yaitu Banten, Jakarta, Bogor, Karawang, Priangan dan Cirebon.  Pada tahun 1959 Jakarta dipisahkan dari Jawa Barat menjadi Provinsi yang dipimpin seorang Gubernur.  Banten menjadi provinsi terpisah dari Jawa Barat pada tahun 2000.  Pada zaman karesidenan plat nomor polisi di Jawa Barat, juga di tempat lain di Indonesia, mengikuti diomisili di karesidenan mana kendaraan bermotor terdaftar. Plat nomor polisi tersebut adalah A untuk Banten, F untuk Bogor, B untuk Jakarta, T untuk Karawang, D untuk Priangan dan E untuk Cirebon.

Sejalan perkembangan megapolitan Jabodetabek, Kota Depok, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi termasuk dalam wilayah hukum Kepolisian Daerah Jakarta, sekalipun secara administratif termasuk Provinsi Jawa Barat.  Plat nomor kendaraan bermotor di Depok dan Bekasi ikut Kepolisian Daerah Jakarta  menjadi B, sama dengan kota Jakarta. Hanya Kota Bogor dan Kabupaten Bogor yang masih masuk Kepolisian Daerah Jawa Barat dan plat nomor polisi kendaraannya tetap F, sama dengan eks wilayah Karesidenan Bogor lainnya, yaitu Kota Sukabumi, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur.  Perubahan plat nomor juga terjadi di Priangan Timur plus Sumedang, yang dulu berplatnomor D berubah menjadi Z, pertimbangannya mungkin lebih berat ke kemudahan administratif, mengingat terlalu luasnya lingkup wilayah  plat nomor D saat itu.

Penduduk di eks karesidenan Jawa Barat pada umumnya menunjukkan karakter etnis disamping juga masing masing menjadi pusat ekonomi regional sendiri.  Ada pemeo zaman dulu bahwa bahasa Sunda itu makin ke barat makin kasar.  Jika diperhatikan bahasa Sunda di Priangan dan Cirebon gunung (Kuningan dan Majalengka) pada umumnya dianggap halus.  Ke barat ada Kabupaten Cianjur, terkenal dengan kehalusan bahasa Sundanya, demikian pula Kota dan Kabupaten Sukabumi.  Sebelah barat Sukabumi ada kota dan kabupaten Bogor, bahasa Sundanya mulai terdengar kasar - sehingga orang Bogor pernah dijuluki heuras genggerong atau tenggorokannya kasar. Makin ke barat terletak Karesidenan Banten, penduduknya sebagian besar berbahasa Sunda dengan dialek berbeda dan bila dibandingkan dengan bahasa Sunda di Cianjur dan Priangan, maka kadang-kadang bahasa Sundanya orang Banten membuat merah muka orang-orang Sunda dari sebelah timur.

Tak semua warga Jawa Barat tempo dulu beretnis Sunda.  Di Banten ada enclave suku Jawa yang masih menggunakan bahasa Jawa Banten.  Di Kabupaten Bogor, sebagian penduduknya berbahasa Betawi, mulai dari Cilebut, Bojonggede, Citayam, Depok, Parung, Sawangan, Cimanggis.  Penduduk Kabupaten Bogor yang berbatasan dengan Bekasipun sebagian berbahasa Betawi.   Sebagian besar wilayah berbahasa Betawi tersebut sekarang menjadi bagian Kota Depok, sebagian masuk Kota Bogor dan Kabupaten Bogor.   Di eks Karesidenan Cirebon lebih jelas lagi Cirebon dan Indramayu penduduknya berbahasa Jawa Cirebon, sedangkan Kuningan dan Majalengka Sunda. Mungkin perbedaan bahasa daerah ini penyebab berdirinya provinsi Cirebon sulit direalisasikan.

Dalam pemilihan Gubernur Jawa Barat di masa silam, walaupun belum menyertakan seluruh rakyat seperti sekarang, penduduk di setiap karesidenan, kota dan kabupaten tetap mempunyai kecenderungan menginginkan siapa yang akan memimpin mereka.  Pada saat itu biasanya seorang Gubernur Jawa Barat berasal dari Priangan.  Belakangan saja ada Gubernur Jawa Barat yang berasal dari eks Karesidenan Bogor.

Geopolitik Jawa Barat Sekarang?

Adanya megapolitan Jabodetabek menyebabkan orientasi penduduk Bogor, Depok dan Bekasi bukan ke Bandung, tapi ke Jakarta.  Mungkin mereka lebih peduli pemilihan Gubernur Jakarta dibanding pemilihan Gubernur Jawa Barat.  Wajar saja, berapa ratus ribu orang yang mencari nafkah di Jakarta? Bila dulu pelajar kota Bogor memilih Bandung sebagai pilhan utama selain Jakarta dan Bogor sendiri, maka sekarang Jakarta, Depok dan Bogor sudah dapat mengisi kekosongan bidang pendidikan tinggi yang dahulu didominasi Bandung, terutama dalam bidang teknik.

Bagaimana dengan etnis penduduk Jabodetabek?  Jelas sekali suku Sunda menjadi kurang dominan di Jabodetabek bagian Jawa Barat.  Kantung-kantung Sunda adalah di Bogor, sebagian Bekasi dan sebagian kecil wilayah Depok.  Kota Depok yang sebelumnya dapat diklasifikasikan desa Betawi, sekarang sudah sangat beragam penduduknya, walikotanyapun orang Jawa Timur.  Bila pembagian penduduk Jawa Barat per wilayah mengikuti apa yang diuraikan oleh Litbang Kompas (Kompas edisi 12 Februari 2013), maka ada jumlah pemilih sebanyak 8,79 juta di Wilayah Megapolitan Depok, Bekasi, Bogor dan sekitarnya.

Wilayah dominan Sunda lainnya di Jawa Barat adalah wilayah Karawang, Subang dan Purwakarta, Priangan Barat (Sukabumi, Cianjur dan sekitarnya), Priangan (Sumedang, Cimahi, Bandung dan sekitarnya), Priangan Timur (Tasikmalaya, Ciamis, Garut, Banjar dan sekitarnya) dan Kuningan - Majalengka di Wilayah Cirebonan.  Istilah Priangan Barat saya rasa istilah baru, karena sebelumnya Sukabumi dan Cianjur dianggap sekelompok dengan Bogor.

Setelah Banten lepas dari Jawa Barat, maka wilayah Megapolitan Jabodetabek bagian Jawa Barat-Depok, Bogor dan Bekasi- saya nilai sebagai wilayah menggantung, karena keragaman etnis penduduknya dan orientasi ekonomi penduduknya yang cenderung berkiblat ke Jakarta dibanding ke Bandung.

Apakah wilayah Megapolitan Depok-Bogor-Bekasi mendapat perhatian dari para calon Gubernur Jawa Barat yang akan bertarung akhir Februari 2013? Sebagai penduduk Jabodetabok bagian Jawa Barat sejak lahir, besar di Bogor dan sekarang berdomisili di Depok, terus terang sejak kecil saya merasa kurang akrab dengan Bandung termasuk para pejabat tingkat provinsinyapun kurang familiar, lebih hapal nama Pangdam dan Kapolda Jakarta dibanding Jawa Barat. Apakah hanya saya seorang yang punya perasaan seperti ini?   Pasti tidak, akan banyak sekali penduduk Jawa Barat di Depok-Bogor-Bekasi yang punya perasaan menggantung seperti saya.   Apalagi sentuhan dari Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat terasa ala kadarnya, sejak dahulu sampai sekarang, konkritnya apa yang sudah dilakukan oleh Gubernur untuk rakyat, misalnya bebas biaya sekolah sampai SLTA, peningkatan mutu Puskesmas dengan menugaskan dokter spesialis, mana lapangan kerja untuk generasi muda?.

Kondisi sosiologis atau psikologis di wilayah berpenduduk punya hak pilih hampir 9 juta ini selayaknya diperhatikan oleh setiap calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur, jangan sampai berKTP Jawa Barat tapi merasa Gubernurnya Jokowi. Pemilih di wilayah ini hampir 30% dari total pemilih di Jawa Barat, lebih banyak dari Priangan dan Cirebonan, dua wilayah utama Provinsi Jawa Barat lainnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Megapolitan dan BOPUNJUR

Kuliner Khas BOPUNJUR